Beberapa Kasus Di
Dalam Koperasi
Kasus 1:
Kasus
koperasi ini merupakan kejadian yang dialami oleh salah satu warga bernama
Andi. Andi bertempat tinggal di daerah BJI Bekasi Timur, di lingkungan tempat
tinggal Andi terdapat Koperasi Simpan Pinjam di mana orangtua Andi termasuk
anggota koperasi. Berdasarkan informasi, simpanan wajib yang harus dibayarkan
oleh orangtuanya setiap bulannya sebesar Rp. 5000. Dalam koperasi simpan pinjam
ini apabila meminjam, bunga yang harus dibayarkan sebesar 1,5 %. Menurut
kesepakatan setiap akhir tahun anggota koperasi akan mendapat bingkisan Hari
Raya dari SHU masing-masing anggota. Yang menjadi masalah di sini, bukan hanya
anggota koperasi saja yang mendapat bingkisan dari SHU masing-masing, namun
semua warga lingkungan RT mendapatkannya termasuk yang bukan anggota koperasi.
Dengan kata lain SHU anggota dibagi sama rata dengan warga masyarakat RT, tidak
berdasarkan besarnya masing-masing SHU anggota. Akibat hal tersebut, orangtua
Andi akhirnya keluar dari keanggotaan koperasi simpan pinjam RT.
Tanggapan:
Menurut
saya boleh-boleh saja orang di luar anggota koperasi di bagi bingkisan dari
SHU, tetapi harus di lihat juga perekonomian dari si penerima bingkisan itu,
apakah memang orang tersebut layak atau tidak layak menerima bingkisan.
Maksudnya jika orang di luar anggota memang membutuhkan bantuan dalam bentuk
bingkisan karena kondisi perekonomiannya kekuarangan, maka orang itu memang
layak, hitung-hitung kita juga beramalkan. Tetapi jika orang di luar anggota
koperasi yang berkelebihan di dalam perekonomian juga di berikan bingkisan dari
SHU, saya tidak setuju. Dan seharusnya sebelum masuk menjadi anggota Koperasi
Simpan Pinjam semua anggota perlu di berikan keterangan tentang SHU dengan
sejelas-jelasnya.
Kasus 2:
Koperasi
yang berdiri tanggal 17 Desember 1998 di Manggar Balikpapan (Kaltim Post 15
Agustus 2010) benar-benar bikin heboh. Kasusnya terkait penerimaan dana
bergulir APBN 2004 sebesar Rp1,35 miliar dari Pos Kementerian Negara Koperasi
dan UKM. Dana bergulir itu bukan bergulir ke anggota, tapi jatuhnya bergulir ke
kantong pribadi ketuanya, Dwi Setio. Kini sang ketua kabur dan jadi buron. Yang
mengejutkan, ternyata Koperasi Hidup Baru itu sudah vakum setahun sebelum
pencairan bantuan. Kelayakan sebagai penerima dana bergulir inilah yang menjadi
temuan Kejati dan masuk ranah hukum.
Tanggapan:
Merurut
saya pengurus dari dana bergulir APBN dan pengurus koperasi tersebut tidak
teliti dan tidak tegas, atau mungkin bisa jadi ada beberapa orang dari pengurus
dana bergulir APBN dan pengurus koperasi tersebut yang bekerjasama dengan Dwi Setio. Semua itu harus di selidiki lebih
lanjut di rana hukum dengan setuntas-tuntasnya.
Kasus 3:
Koperasi
Sembilan Sejati di Semarang Sejak berdiri 3 tahun berhasil menghimpun dana
masyarakat sebesar Rp 200 miliar. Namun saat ini sedang mengalami kerugian.
Pengurus koperasi, Hendrawan (Ketua 1 Koperasi SS) melepaskan diri dari
tanggung jawab. Laporan tersebut diketahui dari salah satu pengurus yang
menganggap dirinya tidak ikut serta dalam terjadinya kerugian tersebut.
sehingga hanya Hendrawanlah yang menjadi tersangka. Koperasi tersebut telah
diduga menghancurkan pinjaman tanpa prosedur senilai miliaran rupiah serta
menerbitkan surat simpanan berjangka dengan total hampir Rp 100 miliar.
Hendrawan diduga memberikan pinjaman kepada seorang pengusaha bernama Wijaya di
luar prosedur. Akibat perbuatan tersebut, koperasi yang memiliki kantor di
Semarang, Juwana, dan Solo itu rugi Rp 55 miliar.
Tanggapan:
Menurut
saya Hendrawan harus di laporkan ke pihak yang berwajib karena ini sudah
menyangkut tindakan kriminal, maka harus dijatuhkan hukuman seadil-adilnya
kepada Hendrawan. Dan polisi pun juga harus menyelidiki apakah
memang tidak ada anggota lain yang ikut terlibat dalam kasus ini.
Sumber:
maiaapasich.blogspot.com
sihitepanderaja.blogspot.com
maiaapasich.blogspot.com
sihitepanderaja.blogspot.com